Faktor-Faktor Yang Mensugesti Komposisi Dan Jumlah Susu

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komposisi Dan Jumlah Susu

Beberapa kepingan susu hampir selalu dijumpai dalam jumlah yang sama sedangkan komponen lainnya diketahui sangat bervariasi. Faktor utama yang menggantikan komposisi susu ialah jumlah total susu yang dihasilkan pada tiap pemerahan. Karena itu, banyak faktor mensugesti komposisi susu. Tetapi, mekanisme yang mensugesti komposisi susu terjadi tidak eksklusif dengan mekanisme eksklusif terhadap jumlah produksi susu. Sebagai tambahan, perubahan komposisi susu dari pemerahan ke pemerahan berikut tidak sanggup diuraikan secara rinci. Sebagai contoh, persentase lemak susu bervariasi sebanyak 30 % dengan penyebab yang tidak diketahui.

Banyak elemen dalam tubuh sapi dan lingkungan luarnya mensugesti produksi dan komposisi susu. Seperti yang didiskusikan pada subbab berikut, peternak sanggup menghilangkan faktor-faktor ini untuk mencapai produksi susu tinggi dan meningkatkan keuntungan.

1. Genetik dan Nutrisi

Genetik dan nutrisi sangat mensugesti hasil dan komposisi susu.

2. Tingkat Laktasi dan Persistensi

Sekresi yang dihasilkan ambing ketika gres selesai beranak dikenal sebagai kolostrum. Komposisi kolostrum berbeda dari komposisi susu normal. Biasanya diharapkan waktu 3 hingga 5 hari sesudah beranak semoga komposisi susu menjadi normal. Selama periode ini materi padat terutama fraksi globulin atau protein meningkat. Secara simpel pedet yang gres lahir tidak mempunyai gama globulin. Gama globulin ialah kepingan darah yang mengandung antibodi untuk melawan aneka macam organisme penyakit. Karena itu, pedet harus tidak mencerna gama globulin dari kolostrum untuk menerima imunitas pasif melawan penyakit umum pedet. Pemberian kolostrum terutama kritis pada waktu 12 hingga 24 jam pertama hidup pedet. Setelah waktu ini, enzim dalam jalan masuk pencernaan memecah antibodi dan permiabilitas usus menurunkan antibodi. Dengan demikian, antibodi kehilangan keefektivannya sesuai dengan umur sesudah lahir. Cekaman panas atau hirau taacuh mengurangi transfer imunoglobulin ke serum darah pedet gres lahir. Pedet gres lahir mempunyai mekanisme termoregulator rendah sehingga harus menerima proteksi dari cuaca ekstrim.

Kandungan laktosa menurun sedangkan persentase kasein dan lemak kolostrum bervariasi. Pakan mengandung laktosa tinggi sanggup menjadikan pedet mencret. Mengurangi kandungan laktosa kolostrum menolong mencegah terjadinya penyakit ini. Kalsium, magnesium, fosfor, dan khlor terdapat banyak dalam kolostrum sedangkan kalium sedikit. Besi terdapat 10 hingga 17 kali lebih banyak dalam kolostrum daripada susu normal. Level tinggi besi ini diharapkan untuk peningkatan dengan cepat hemoglobin sel darah merah pedet gres lahir. Kolostrum mengandung lebih banyak 10 kali vitamin A dan 3 kali vitamin D daripada susu normal. Pedet gres lahir juga secara simpel kekurangan vitamin A. Vitamin A diharapkan untuk melawan aneka macam penyakit sehingga pedet harus memperoleh kolostrum.

Saat beranak, produksi susu berada pada tingkat relatif tinggi. Jumlah yang disekresikan terus meningkat selama 3 hingga 6 minggu. Sapi penghasil tinggi biasanya memerlukan waktu lebih usang daripada sapi penghasil rendah untuk mencapai produksi puncak. Setelah puncak dicapai, produksi susu menurun secara beraturan. Tingkat penurunan biasa dianggap sebagai persistensi. Setelah mencapai produksi puncak, sapi tidak bunting menghasilkan susu sebanyak 94 hingga 96 % dari hasil bulan sebelumnya. Banyak sapi tidak bunting melanjutkan menghasilkan susu hingga waktu tidak terbatas tetapi pada tingkat rendah. Menjaga produksi susu puncak tertinggi sebaiknya merupakan tujuan peternak. Keadaan ini tidak akan pernah tercapai. Kenyataannya, ada kecenderungan kuat sapi yang mempunyai produksi awal tinggi kurang bisa mempertahankan persistensi. Selama tingkat awal laktasi, rangsangan untuk menghasilkan susu mengatasi aneka macam persoalan lingkungan atau manajemen, contohnya mekanisme pemerahan buruk atau dukungan pakan jelek. Tetapi, pada laktasi selanjutnya penurunan produksi susu lebih besar daripada laktasi awal.

Persentase lemak susu menurun terang selama 2 hingga 3 bulan bulan pertama laktasi, kemudian meningkat sejalan dengan penurunan produksi total perkembangan laktasi. Kandungan protein susu secara beraturan meningkat sesuai dengan perkembangan laktasi. Laktosa menurun sedangkan konsentrasi mineral meningkat pada masa ini. Perubahan ini digambarkan pada Gambar 2. Kebanyakan peningkatan komponen SNF susu dihubungkan dengan tingkat kebuntingan yang terjadi daripada tingkat laktasi itu sendiri. Ke arah simpulan laktasi komposisi susu cenderung mencapai komposisi darah.

3. Tingkat Sekresi Susu

Tingkat sekresi susu berlangsung cepat dan relatif konstan selama 8 hingga 10 jam sesudah pemerahan dan rendah sebelum dan selama pemerahan. Susu mengumpul selama selang pemerahan. Tekanan intramamari meningkatkan sekresi susu dan tingkat sekresi susu menurun tiap jam. Umumnya peningkatan tekanan intramamari pada sapi produksi tinggi terlihat lebih kecil daripada sapi produksi rendah untuk menghasilkan jumlah susu yang sama.

Kapasitas ambing menahan dan melepaskan susu sangat berperan terhadap tingkat sekresi susu. Biasanya ambing besar menghasilkan susu banyak daripada ambing kecil. Penelitian pada sapi Jersey menunjukkan bahwa jumlah maksimal laktasi puncak yang sanggup disekresikan atau disimpan pada ketika yang sama ialah 54 lb. Keadaan ini dicapai selama hampir 35 jam sesudah pemerahan terakhir. Frekuensi pengeluaran susu merangsang meningkatkan sekresi susu dan menurunkan tekanan intramamari.

Telah banyak ditulis bahwa peningkatan tekanan intramamari mengurangi tingkat sekresi susu. Penelitian ini memakai akumulasi susu untuk membentuk tekanan intramamari. Karena itu, ada kemungkinan yang timbul bahwa komponen spesifik susu berperan dalam sel ambing untuk menghalangi sekresinya ssendiri, bebas dari tekanan intramamari.

4. Tindakan Pemerahan

Sapi biasanya diperah dua kali setiap hari. Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi tiga kali sehari menaikkan produksi susu sebanyak 10 hingga 25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah lagi produksi sebanyak 5 hingga 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai atau tidak dihubungkan dengan penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan peralatan yang tergantung pada keadaan peternakan tersebut. Kerja bernilai hemat bila frekuensi pemerahan lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang diperah pada tempat dengan pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga kali lebih besar dibandingkan tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat sesuai dengan jumlah hasil susu.

Susu yang pertama kali dikeluarkan dari ambing mengandung lemak lebih sedikit (turun 1 hingga 2 %) dibandingkan simpulan proses pemerahan (naik 7 hingga 9 %). Alasan untuk pembagian globuli lemak ini belum diketahui. Telah dibuktikan bahwa globuli lemak menggumpal di dalam alveoli. Gumpalan globuli lemak tertahan ketika lewat ke arah puting. Bagian cairan lebih gampang melewati gumpalan globuli lemak ke arah dasar ambing dan puting. Karena itu, pemerahan pendahuluan cepat menjadikan susu dalam jalan masuk besar kelenjar mempunyai lemak lebih sedikit dibandingkan di dalam alveoli.

Sapi yang diperah dua kali sehari dengan selang 10 dan 14 jam menghasilkan susu kira-kira 1 %, lebih sedikit daripada rata-rata sapi yang diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil tinggi sanggup menunjukkan halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi penghasil rendah yang diperah pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 % lebih sedikit susu daripada sapi yang sama diperah dengan selang 12 dan 12 jam. Selang 16 dan 8 jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 hingga 7 % pada sapi penghasil tinggi dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak berkelompok di ruang perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak sama setiap hari. Pengelompokan sapi berdasarkan hasil susu atau tingkat fisiologis menjadikan sapi penghasil tinggi dan dara sanggup diperah dengan selang 12 dan 12 jam.

Sapi yang diperah selama 4 menit sepanjang laktasi menghasilkan lebih sedikit susu, terutama pada laktasi awal, daripada sapi yang sama diperah 8 menit. Kelompok 4 menit diperah tidak lengkap sedangkan kelompok 8 menit diperah berlebih. Waktu pemerahan kebanyakan sapi biasanya sedikit di atas 5 menit semoga pengeluaran susu maksimal. Penyisaan 4 lb susu dalam ambing sesudah pemerahan selama 10 hari berurutan secara permanen mengurangi hasil susu satu masa laktasi. Sapi yang diperah dengan mesin berdasarkan metode setrip secara konkret menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang diperah tanpa tanpa metode setrip. Pemerahan mesin metode setrip membutuhkan waktu lebih lama. Karena itu, mesin setrip tidak dianjurkan. Jika dilakukan, pemerahan mesin setrip sebaiknya berlangsung singkat.

5. Umur dan Ukuran Sapi

Pertambahan hasil susu semakin berkurang hingga kira-kira umur 8 tahun, tergantung pada bangsa, kemudian menurun cepat. Penurunan sesudah 8 tahun lebih lambat daripada peningkatan sebelum umur ini. Sapi cukup umur menghasilkan susu 25 % lebih banyak daripada sapi dara umur 2 tahun. Peningkatan berat tubuh menaikkan hasil susu sebanyak 5 % sedangkan sisanya yang 20 % alasannya perkembangan ambing selama kebuntingan.

Lemak susu dan SNF masing-masing menurun 0,2 dan 0,4 % antara laktasi pertama dan kelima. Perubahan yang terjadi sedikit. Laktosa menurun sesuai dengan SNF.

Dara sebaiknya dikawinkan semoga beranak pada umur 24 bulan atau kurang jikalau tubuhnya cukup baik untuk menghasilkan anak. Sapi dara akan menghasilkan susu lebih banyak pada laktasi pertama jikalau perkawinan ditunda hingga pada satu titik hingga dara beranak pada umur 30 bulan. Yang menjadi persoalan ialah masa produksi menjadi berkurang.

Umumnya, sapi besar menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi kecil. Walaupun begitu, hasil susu tidak bekerjasama eksklusif dengan berat badan. Hasil susu berkisar sebanyak 0,7 kali dari berat tubuh yang kira-kira mendekati luas permukaan tubuh sapi. Karena itu, sapi yang mempunyai tubuh dua kali lebih besar dari sapi lainnya biasanya menghasilkan susu sebanyak 70 % sedangkan sapi kecil bisa memproduksi susu 100 %.

Estrus secara temporer menekan produksi susu, walau bukti penelitian tidak menunjukkan hal yang konstan. Sapi penghasil susu tinggi sering menunda estrusnya sesudah beranak.

Sapi dengan siste folikel di ovari menghasilkan susu lebih banyak sesuai dengan hari tidak buntingnya dibandingkan sapi kawin normal. Sapi ini menghasilkan jumlah susu yang sama sebelum sistik ovari muncul. Keadaan ini menyimpulkan bahwa sistik ovari meningkatkan produksi susu dan produksi tinggi susu tidak menjadikan timbulnya sistik ovari. Produksi susu sapi sistik lebih persisten daripada produksi susu sapi kawin normal. Sapi sistik anestrus menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi sistik nimpomaniak.

Kebuntingan mengurangi produksi susu laktasi berjalan. Sebagai contoh, sapi yang dikawinkan pada 90 hari sesudah beranak menghasilkan susu 750 hingga 800 lb lebih sedikit selama 305 hari daripada sapi yang dikawinkan pada 240 hari sesudah beranak. Kebanyakan hasil yang direduksi ini terjadi pada bulan kelima kebuntingan. Pada bulan kebuntingan kedelapan produksi susu berkurang sebanyak 20 % dibandingkan dengan sapi tidak bunting dan panjang waktu yang sama. Walaupun begitu, selang beranak teratur ialah rangsang utama untuk produksi tinggi susu. Faktor-faktor menyerupai pakan, tenaga kerja, laba gagal beranak, nilai periode patokan, dan efisiensi reproduktif sebaiknya dievaluasi sebelum keputusan diambil terhadap selang beranak. Hampir pada seluruh keadaan peternakan sebaiknya sapi dikawinkan kembali pada estrus pertama yang terjadi 45 hingga 50 hari sesudah beranak.

6. Siklus Estrus dan Kebuntingan

7. Periode Kering

Sebaiknya sapi menerima periode istirahat selama 6 hingga 8 ahad di antara laktasi-laktasi. Periode kering lebih panjang atau lebih pendek akan mengurangi produksi susu yang akan datang. Akan tetapi, untuk memaksimalkan masa waktu produksi susu harus ada keseimbangan antara produksi susu yang hilang ketika periode kering dan pertambahan produksi pada laktasi berikutnya. Antara dua laktasi berurutan, periode kering optimum menurun dari 63 hingga 23 hari pada peningkatan umur beranak dari 24 menjadi 83 bulan. Sapi yang beranak dengan selang beranak kurang dari 340 hari memerlukan periode kering paling sedikit 55 hari.

Prosedur terbaik untuk mengeringkan sapi ialah dengan menghilangkan seluruh butiran dan mengurangi pasokan air beberapa hari sebelum periode kering mulai. Kemudian, tiba-tiba pemerahan sapi dihentikan. Setelah pemerahan dihentikan, tekanan intramamari meningkat dan menghalangi produksi susu selanjutnya. Sebaiknya sapi diperah jikalau ambing terlihat sangat penuh. Tetapi, perjuangan ini menjadikan rangsangan sintesis susu berikutnya alasannya tekanan intramamari berkurang dan hormon dilepaskan. Mungkin pemerahan kembali lebih penting untuk mengeluarkan leukosit dari ambing pada waktu tertentu bila diharapkan untuk mengurangi infeksi. Biasanya tidak perlu untuk memerah kembali jikalau produksi susu mencapai 20 lb sehari sebelum pemerahan dihentikan. Bukti menunjukkan bahwa bila pengeringan sapi untuk terapi mastitis tidak sanggup dilakukan maka pemerahan berselang selama beberapa hari untuk mengeringkan sapi menjadikan mastitis berikutnya berkurang.

8. Lingkungan

Hubungan umum antara temperatur lingkungan, produksi susu. Peningkatan temperatur lingkungan meniaikkan tingkat pernapasan. Reaksi ini merupakan mekanisme primer bangsa sapi perah Eropa untuk membuang panas. Sebagai contoh, tingkat pernapasan meningkat kira-kira 5 kali lipat bila temperatur naik dari 50 menjadi 105 oF. Produksi susu dan konsumsi pakan berkurang secara otomatis dalam perjuangan mengurangi produksi panas tubuh bila temperatur naik. Kenyataannya, penurunan nafsu makan merupakan penyebab utama prosuksi susu turun ketika cekaman panas. Cekaman panas lebih mensugesti sapi penghasil tinggi daripada penghasil rendah. Cekaman panas terutama berbahaya ketika puncak laktasi.

Produksi susu menurun bila temperatur melebihi 80 oF bagi sapi Holstein dan Brown Swiss, 85 oF untuk Jersey, dan 90 hingga 95 oF untuk Brahman. Temperatur optimal untuk bangsa sapi Eropa kira-kira 50 oF. Kelembaban tinggi besar lengan berkuasa merugikan bila temperatur melebihi 75 oF.

Umumnya, persentase SNF dan lemak susu terbesar pada isu terkini hirau taacuh dan terendah pada isu terkini panas. Sapi yang beranak pada isu terkini gugur atau hirau taacuh menghasilkan lemak dan SNF lebih banyak daripada sapi yang beranak di isu terkini semi dan panas. Pada temperatur tinggi (di atas 85 oF) produksi susu lebih sering menurun daripada produksi lemak. Penurunan produksi hanya sedikit menaikkan persentase lemak. Pada temperatur tinggi ada peningkatan khlor dan penurunan kandungan laktosa dan protein susu. Penurunan temperatur di bawah 75 oF menaikkan persen lemak dan SNF.

Penggunaan naungan, kipas angin, penyiraman, atau udara hirau taacuh menghilangkan cekaman panas. Pengaturan udara sapi di Florida merangsang hasil susu hampir 10 %. Hanya, biaya penggunaan sistem ini menghalangi manfaat komersialnya. Mungkin lebih penting menentukan macam pakan yang sempurna dan menentukan memelihara sapi yang tidak berkurang makan ketika kena cekaman panas. Udara yang disemprotkan ke atas air dan masuk ke dalam naungan hirau taacuh penguap murah sanggup mengurangi temperatur udara sebanyak 12 oF. Dari sapi perah yang menerima naungan menghasilkan susu lebih banyak dari yang tidak menerima naungan. Di tempat iklim lembab subtropis naungan atap bersekat dipasang tempat pakan dan minum dibawahnya sehingga sapi tidak perlu meninggalkan naungan ketika panas. Pada keadaan ini sapi yang menerima naungan berproduksi 11 % lebih banyak dari yang tidak menerima naungan. Spesifikasi naungan sanggup dilihat pada Tabel 2.

Hasil susu seluruh laktasi biasanya lebih besar bila sapi beranak pada isu terkini gugur atau awal isu terkini dingin. Produksi terang menurun jikalau sapi beranak pada isu terkini dingin, bunga, dan panas. Sapi menghasilkan lebih banyak susu ketika beranak di isu terkini gugur mungkin alasannya temperatur optimal, tidak ada lalat, dan pakan lebih gampang dicerna ketika isu terkini gugur, dingin, dan awal bunga dibandingkan ketika isu terkini panas. Karena itu, sapi yang beranak pada isu terkini gugur berada pada tahap simpulan produksi atau kering ketika isu terkini panas yang merugikan. Efek isu terkini beranak secara simpel sanggup diabaikan bila sapi menerima ransum kering terlindung sepanjang tahun menyerupai di California.

Cekaman panas selama 1/3 kebuntingan terakhir mengurangi berat lahir pedet, mengganti fungsi endokrin selama kebuntingan, dan mengurangi hasil susu yang akan datang. Penggunaan naungan selama kebuntingan mengurangi imbas cekaman panas yang merugikan.

Gerak olah yang cukup merangsang produksi susu tinggi, tetapi terlalu sedikit atau banyak akan merugikan. Karena itu, sapi yang ditambatkan sebaiknya dikeluarkan dua kali sehari untuk gerak olah dan deteksi berahi. Sapi di padang rumput membutuhkan energi lebih banyak daripada sapi yang menerima pakan di kandang. Fakta menunjukkan bahwa energi yang diharapkan untuk merumput di padang rumput buruk isu terkini panas sebanyak dua kali kebutuhan hidup pokok.

9. Penyakit dan Obat

Banyak penyakit besar lengan berkuasa merugikan terhadap produksi susu dan mengubah komposisi susu. Penyakit tersebut contohnya mastitis, ketosis, demam susu, dan salah cerna.

Berbagai obat termasuk pestisida yang dipakai pada perlakuan ternak disekresikan ke dalam susu. Susu menyerupai itu sebaiknya dibuang untuk mencegah obat masuk ke dalam pasokan pangan manusia. Antibiotik dan pestisida tidak dibenarkan berada dalam susu. Susu menyerupai itu dihentikan dijual. Peternak sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis ihwal berapa usang waktu dibutuhkan untuk tidak menjual susu sesudah sapi mendapatkan obat.

Share this post