Jenis Jenis Kambing Di Indonesia

1. Kambing Etawa
Kambing Etawa didatangkan dari India. yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini bisa menghasilkan Susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih Adiftif terhadap lingkungan lokal Indonesia.

2. Kambing Jawarandu 
Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini sanggup menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari.

Kambing Jawa Randu mempunyai nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.

Karakteristik:
Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing ettawa, dengan bobot kambing jantan remaja sanggup lebih dari 40 Kg, sedangkan betina sanggup mencapai bobot 40 Kg.
Baik jantan maupun betina bertanduk.
Memiliki pendengaran lebar terbuka, panjang dan terkulai.

3. Kambing Seanen 
Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung,Teling dan kambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing penghasil susu.

Berasal dari lembah Saanen Swiss penggalan barat. Merupakan jenis kambing terbesar di Swiss. Sulit berkembang di wilayah tropis lantaran kepekaannya terhadap matahari. Ciri-ciri pendengaran tegak dan mengarah ke depan, bulu mayoritas putih, kadang2 ditemui bercak hitam pada hidung, pendengaran atau ambing. Produksi susu 740 kg/ms laktasi.

Di Indonesi jenis kambing ini di silangkan lagi denga jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis, contohnya dengan jenis etawa.

4. Kambing Marica
Kambing Marica yaitu suatu variasi lokal dari Kambing Kacang

Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing orisinil Indonesia yang berdasarkan laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan.

Kambing Marica punya potensi genetik yang bisa mengikuti keadaan baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica sanggup bertahan hidup pada animo kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini yaitu telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding pendengaran kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.


5. Kambing Samosir
Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya dipakai untuk materi upacara persembahan pada program keagamaan salah satu pemikiran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh penduduk setempat. 

Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada animo kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini sanggup mengikuti keadaan dan berkembang biak dengan baik.

Penelitian terhadap kambing spesifik lokal yang ada di Kabupaten Samosir Sumatera Utara dilakukan untuk mengetahui karakteristik morfologik tubuh. Pengamatan ini dilakukan secara pribadi dilapangan melalui pengukuran morfologik tubuh. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Dari hasil yang diperoleh karakteristik morfologik tubuh kambing remaja yaitu rataan bobot tubuh betina 26,23 kurang lebih 5,27 kg; panjang tubuh 57,61 kurang lebih 5,33 cm; tinggi bahu 50,65 kurang lebih 5,28 cm; tinggi pinggul 53,22 kurang lebih 5,43 cm; dalam dada 28,67 kurang lebih 4,21 cm dan lebar dada 17,72 kurang lebih 2,13 cm.

Berdasarkan ukuran morfologik tubuh, bahwa kambing spesifik lokal Samosir ini hampir sama dengan kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya terhadap kambing Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang mayoritas putih dengan hasil observasi 39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih hitam.

Dari warna belang putih hitam didapatkan rataan sebaran warna berdasarkan luasan permukaan tubuh 92,68% kurang lebih 4,23% warna putih dan 7,32 kurang lebih 4,11% warna hitam. Jenis kambing jantan berwarna putih sangat diharapkan untuk program ritual dan moral kebudayaan setempat (parmalim). Pemberian nama kambing Samosir pada dikala ini masih secara lokal dan dikenal dengan nama Kambing Putih atau Kambing Batak. Kata Kunci: Morfologik Tubuh, Spesifik Lokal Samosir

Baca Juga:
6. Kambing Muara
Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga beranak dua hingga empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata sanggup hidup hingga besar walaupun tanpa pakai susu aksesori dan pakan aksesori tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal dikala dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.

7. Kambing Kosta
Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadangkadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna dari kambing Kosta ini yaitu coklat renta hingga hitam. Dengan presentase terbanyak hitam (61 %), coklat renta (20%), coklat muda (10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu (3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan penggalan yang belang didominasi oleh warna putih.

Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta.

Selama ini masyarakat hanya mengenal Kambing Kacang sebagai kambing orisinil Indonesia, namun lantaran bentuk dan performa Kambing Kosta ibarat Kambing Kacang, sering sulit dibedakan antara Kambing Kosta dengan Kambing Kacang, padahal bila diamati secara seksama terdapat perbedaan yang cukup signifikan.

Salah satu ciri khas Kambing Kosta yaitu terdapatnya motif garis yang sejajar pada penggalan kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di penggalan kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke penggalan belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging.

Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut, walaupun data yang niscaya untuk populasi Kambing Kosta tidak diketemukan, namun asumsi populasinya di Provinsi Banten hanya tinggal ratusan ekor saja (500-700 ekor).

8. Kambing Gembrong
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah daerah Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini yaitu berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada penggalan kepala hingga menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm.

Warna tubuh mayoritas kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya yaitu satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong yaitu 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat maut prasapih 20%.

Asal permintaan kambing gembrong belum bisa dipastikan. Ada yang menduga kambing tersebut merupakan persilangan antara kambing Kashmir dengan kambing Turki. Dugaan ini didasarkan pada ciri-ciri fisik kambing yang hampir mirip dengan kambing gembrong.

Dua jenis kambing itu masuk ke Bali dari luar negeri sebagai hadiah untuk seorang ningrat Bali. Dari persilangan dua kambing itulah kambing gembrong muncul. Kambing itu berkembang hingga beranak pinak. Tetapi, dongeng ini juga masih simpang siur. Soal asal permintaan kambing itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

“Kambing gembrong sangat unik. Kambing ini dulunya banyak hidup di daerah pantai di Kabupaten Karangasem. Nelayan sering memotong bulunya yang panjang kemudian diikatkan ke kail untuk menangkap ikan,” kata Ketua Yayasan Bali Tekno Hayati yang juga peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bali, Suprio Guntoro.

Kajian ilmiah soal “khasiat” bulu kambing itu hingga bisa mengundang ikan tiba memang belum diketahui secara persis. Para nelayan setempat berkeyakinan, bulu yang ditaruh bersahabat kail itu bercahaya hingga mengundang ikan berdatangan.

Ikan yang hiruk pikuk di bersahabat bulu itu akan tersangkut mata kail yang letaknya tak jauh dari bulu kambing itu. Tanpa pakan, nelayan dengan gampang menerima ikan. Cara ini sudah dikenal usang dan masih dipakai nelayan setempat.

IHWAL makin punahnya kambing itu diduga disebabkan oleh banyak hal. Ada yang menyebutkan bermula dari kepercayaan nelayan yang berkeyakinan bahwa bila kambing jantan sering dikawinkan dengan kambing betina akan menimbulkan bulunya rontok.

Mereka berusaha mencegah kambing jantan itu mengawini kambing betina semoga bulunya tetap lebat. Maklum saja, mereka berusaha mendapatkan bulu itu lantaran harganya sangat mahal, bahkan hingga mencapai Rp 400.000 per kilogram. Tentu saja nelayan berusaha semoga bulu kambing itu tetap lebat.

“Akibatnya regenerasi kambing gembrong ini sangat lambat, hingga kini tinggal sedikit. Kita sudah berupaya dengan memberi penyuluhan kepada penduduk bahwa tidak benar bila sering kawin bisa menjadikan bulu rontok,” kata Guntoro.

Upaya penyuluhan terus dilakukan, tetapi masih saja ada masyarakat yang percaya dengan keyakinan itu hingga menyulitkan upaya pelestarian kambing itu. Keyakinan itu masih menempel di kalangan pemilik kambing.

Makin punahnya kambing itu juga diakibatkan desakan ekonomi nelayan setempat. Para nelayan yang umumnya miskin dengan gampang menjual kambing itu ke tukang jagal lantaran desakan ekonomi. Misalnya ketika anak harus sekolah, mereka terpaksa menjual kambing itu untuk biaya sekolah belum dewasa mereka.

Ada juga yang menyebutkan, dengan bulu yang lebat hingga menutup penggalan kepala, menjadikan kambing ini gampang punah. Alasannya, kambing ini kesulitan untuk makan jawaban mata dan mulutnya tertutup oleh bulu. Kesulitan ini menjadikan masakan sulit masuk ke ekspresi hingga tidak bisa mendapatkan masukan gizi yang memadai. Akibatnya, kambing gampang terjangkit penyakit hingga mati. Semua penyebab ini mungkin saja saling berkait hingga makin memperparah kepunahan kambing tersebut. Tanpa disadari kambing itu terus berkurang.

UPAYA untuk melestarikan kambing gembrong ini belum dilakukan secara serius. Dari tahun ke tahun belum ada pihak yang mau melestarikan binatang ini, bahkan nyaris terlupakan dan tidak menerima perhatian.

Pada mulanya, Yayasan Bali Tekno Hayati yang menerima sponsor dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) pada tahun 1998-1999 mulai melaksanakan konservasi. Dengan dana Rp 25 juta, yayasan membeli kambing itu dari nelayan, kemudian menitipkannya.

Mereka yang dititipi berhak menerima induknya, namun berkewajiban untuk menyerahkan anakannya. Dari anakan ini, yayasan kemudian menitipkannya lagi ke peternak lainnya yang diharapkan semoga terus berkembang hingga kambing ini bisa lestari.

Akan tetapi, upaya ini hanya berlangsung dua tahun jawaban yayasan kesulitan dana untuk melestarikan kambing itu. Dana dari Kehati hanya sanggup dipakai selama dua tahun itu.

Di sisi lain, dengan alasan tertentu jawaban desakan ekonomi, kambing-kambing itu tidak terurus dengan baik. Bahkan, peternak juga ada yang menjualnya hingga upaya pelestarian terhambat.

Agar tidak makin punah, Yayasan Bali Tekno Hayati dengan bekerja sama BPTP melokalisasi kambing yang masih menjadi hak yayasan. Sebanyak tujuh ekor kambing balasannya dipindah dan dipelihara di kebun percobaan BPTP Bali di Desa Sawe, Kabupaten Jembrana.

Dari tujuh ekor itu kini telah beranak menjadi 10 ekor. Kedua forum itu kini berusaha melestarikan satwa langka tersebut secara in situ atau di habitatnya, yaitu di Kabupaten Karangasem dan eks situ atau di luar habitatnya.

Mereka juga mencoba menyilangkan dengan kambing peranakan ettawah (PE). Dengan persilangan itu dihasilkan kambing gettah alias gembrong ettawah.

Saat ini, setidaknya terdapat enam induk kambing peranakan ettawah yang mengandung benih gembrong. Persilangan ini salah satunya dilakukan di Desa Bongancina, Kecamatan Bungsubiu, Kabupaten Buleleng. Harapannya, semoga kambing gembrong tidak punah.

Upaya pelestarian ini masih jauh dari yang diharapkan. Jumlah kambing itu masih bisa makin berkurang bila tidak ada upaya serius untuk melestarikannya. Apalagi sebagian besar kambing yang masih hidup berada di tangan peternak atau nelayan yang miskin. Masih banyak dibutuhkan pertolongan dan dukungan dari semua pihak semoga kambing ini tidak lenyap.

Mengharapkan pertolongan pemerintah? Mungkin masih sulit untuk mendapatkan pertolongan pemerintah untuk urusan yang satu ini. Pemerintah belum banyak memperhatikan problem mirip ini. Pemerintah masih sibuk dengan urusan ekonomi dan politik yang belum selesai hingga sekarang.

Siapa tahu ada sponsor yang mau membantu pelestarian kambing yang satu ini. Sayang bila kambing gembrong hilang dari muka Bumi hanya lantaran kita lalai untuk melestarikannya.


9. Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata “Boer” artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging , yang ada di dunia lantaran pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini sanggup mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 – 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% – 50% dari berat tubuhnya

Kambing Boer sanggup dikenali dengan gampang dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer mempunyai garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit jawaban sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.

0 Response to "Jenis Jenis Kambing Di Indonesia"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel