Pengaruh Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Entok

PENGARUH TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP ENTOK

Entok Muscovy (Muscovy duck) merupakan entok yang paling besar di dunia. Entok Muscovy lokal yang berada di pedesaaan dipelihara seadanya dan diberi pakan dari sisasisa makanan keluarga peternak, meskipun diketahui ransum merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan ternak dan mempengaruhi produk simpulan ternak tersebut. Ransum yang baik yaitu ransum yang sanggup memenuhi segala kebutuhan hidup ternak, baik untuk aktivitas, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Ransum harus mengandung protein sebagat zat pembangun sel tubuh. Ternak yang kekurangan protein tidak akan tumbuh dengan baik, sehingga kebutuhan protein harus diketahui dengan pasti.

Entok Muscovy secara konkret berbeda dengan itik lain dalam kurva pertumbuhan maupun komposisi tubuhnya. Kebutuhan protein ransum entok Muscovy umur 4 -6 ahad sekitar 14,5 – 15 %, bobot tubuh 1085 gram, dam konsumsi ransum 2850 gram (Leclercq dan Carville, 1986).

Kebutuhan protein untuk pertumbuhan yang optimal dari entok untuk periode 0- 3 ahad sekitar 12- 18%. Untuk kawasan tropis ada juga yang menganjurkan 24% selama periode 0 – 8 minggu. Kandungan protein ransum untuk entok bisa majemuk tetapi hal ini dibatasi kandungan energi ransum (Dean, 2001). Pada periode awal, entok diberi ransum yang mengandung protein 22% (Wilson, 1975), tetapi Siregar dkk (1982) menganjurkan 18 – 19 % dengan energi 3000 kkal/kg ransum. Kebutuhan energi untuk entok hampir sama dengan ayam broiler (Mohammed dkk, 1984). Hasil penelitian pada entok White Pekin sanggup juga digunakan untuk entok Muscovy yaitu umur 0 – 2 ahad diberi ransum yang mengandung energi 2900 kkal/kg dan umur 2 – 7 ahad diberi ransum yang mengandung protein 16% dengan energi 3000 kkal/kg (NRC ,1994).

Entok lokal yang ada di Indonesia mempunyai potensi pertumbuhan yang belum diketahui dengan pasti. Tingkat protein dalam ransum entok White Pekin dan itik petelur sudah banyak diteliti tetapi tingkat protein dalam ransum entok lokal belum diketahui dengan pasti. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu penelitian mengenai tingkat protein dalam ransum entok lokal dengan tujuan mengetahui dampak tingkat protein ransum terhadap performan entok lokal (Muscovy duck) pada periode pertumbuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh universitas padjajaran mengambarkan rataan konsumsi ransum entok lokal dari yang tertinggi hingga terendah diperoleh oleh entok dengan kontribusi protein dalam ransum berturut-turut 20 % (R5 = 2641,4 gram), protein 18 % (R4 = 2445,0 gram), protein 16 % (R3 = 2362,7 gram), protein 14 % (R2 = 2053,5 gram) dan protein 12% (R1 = 1897,1 gram). Kisaran konsumsi ransum pada entok lokal dalam penelitian ini sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi ransum pada entok Muscovy yang ada di Perancis umur enam ahad yaitu sekitar 4270 gram (Leclercq dan Carville, 1986).

Hasil penelitian mengatakan bahwa semakin rendah kandungan protein ransum, semakin rendah pula konsumsi ransum (R3, R2 dan R1). Masalah yang timbul dalam penyusunan ransum dengan kadar protein rendah yaitu pemilihan materi pakan dengan kandungan nutrisi yang juga rendah. Bahan pakan dengan kandungan nutrisi rendah biasanya mempunyai serat bernafsu yang tinggi. Kandungan serat bernafsu yang tinggi (banyak mengandung dedak) menimbulkan ransum menjadi amba, sehingga konsumsi menjadi rendah, sedangkan kapasitas alat pencernaan terbatas dan entok tidak makan lagi sebelum tembolok kosong. Selain itu ransum dengan serat bernafsu tinggi agak usang untuk dicerna, sehingga kecepatan konsumsi juga berkurang. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ransum yang tinggi kandungan serat kasarnya kurang palatable, sehingga menghasilkan konsumsi yang rendah.

Pertambahan bobot tubuh pada entok umur enam ahad pada penelitian ini yang tertinggi yaitu pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum 20 % (R5 = 1048,4 gram), kemudian yang diberi ransum 18 % (R4 = 908,8 gram), yang diberi ransum 16 % ( R3 = 662,0 gram), yang diberi ransum 14 % (R2 = 533,4 gram), dan yang paling rendah yaitu entok yang diberi ransum 12% ( R1 = 438,3 gram). Kisaran pertambahan bobot tubuh pada entok lokal dalam penelitian ini sangat rendah jika dibandingkan dengan pertambahan bobot tubuh entok Muscovy jantan yang ada di Perancis pada umur yang sama (enam minggu) yaitu sekitar 2000 gram (Leclercq dan Carville,1986). Hal ini terjadi sebab entok Muscovy yang ada di Indonesia mempunyai mutu genetik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di Perancis.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kuat sangat konkret (P<0,01) pada pertambahan bobot tubuh entok selama penelitian. Hal ini terjadi sebab konsumsi ransum pada penelitian juga mengatakan dampak yang sangat nyata. Jumlah konsumsi ransum mengatakan jumlah nutrisi yang diserap untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi. Berbedanya tingkat konsumsi akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan, alhasil pertambahan bobot tubuh pun berbeda.

Dalam penelitian mengatakan bahwa pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R5 (protein 20 %) tidak berbeda konkret (P>0,01) dengan R4 (protein 18 %) tetapi sangat konkret lebih tinggi (P>0,01) dibanding pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R3 (protein 16 %), R2 (protein 14 %), dan R1 (protein 12 %). Antara pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R3 tidak berbeda konkret (P>0,01) dengan pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R2, tetapi sangat konkret lebih tinggi dibanding pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R1, sedangkan pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R2 tidak berbeda konkret (P>0,01), dengan pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R1.

Hasil penelitian itu mengatakan bahwa pertambahan bobot tubuh dipengaruhi oleh kandungan protein ransum. Pertambahan bobot tubuh entok yang diberi ransum R5 dan R4 lebih tinggi dibanding perlakuan lain sebab mempunyai tingkat protein lebih tinggi. Menurut Anggorodi (1995) tingkat protein ransum kuat sangat konkret terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini terjadi sebab protein merupakan zat pembangun sel-sel tubuh. Kadar protein ransum yang bertambah dengan energi metabolis yang tetap, konkret

menaikkan pertambahan bobot tubuh dan laba yang diperoleh lebih tinggi meskipun biaya ransum yang dikeluarkan lebih tinggi (Yule dalam Siregar, 1979).

Hasil penelitian itu juga mengatakan bahwa kebutuhan protein untuk periode pertumbuhan entok lokal berada pada kisaran 18-20%. Pemberian protein kurang dari 18% tidak bisa menghasilkan pertumbuhan yang optimal, sebab pada periode pertumbuhan, entok membutuhkan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode lain.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum

Konversi ransum entok pada umur enam ahad pada penelitian ini yang tertinggi yaitu konversi ransum entok yang diberi ransum 12 % (R1 = 4,43 gram), kemudian ransum 14% (R2 =3,89 gram), ransum 16 % (R3 =3,59 gram), yang diberi ransum 18 % (R4 =2,69 gram), dan yang paling rendah yaitu entok yang diberi ransum 20 % (R5 =2,53 gram).

Kisaran konversi entok lokal dalam penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan konversi ransum entok Muscovy yang ada di Perancis pada umur yang sama (enam minggu) yaitu sekitar 2,14 (Leclercq dan carville, 1986). Konversi ransum pada entok akan menurun sejalan dengan kenaikan mutu genetik. Entok lokal di Indonesia, nilai konversi ransumnya masih tinggi sebab belum mempunyai mutu genetik yang baik, jadi belum efisien dalam mengubah ransum menjadi daging.

Dari hasil penelitian itu maka sanggup diambil kesimpulan bahwa tingkat protein dalam ransum sangat kuat pada performan entok lokal dan performan yang paling baik didapat pada entok lokal yang diberi ransum dengan kandungan protein 18 - 20 persen. Berdasarkan hasil penelitian itu juga sanggup disarankan bahwa ransum entok lokal hingga dengan umur enam ahad sebaiknya menggunakan ransum yang mengandung 18 % protein sebab tidak berbeda hasilnya dengan ransum yang mengandung protein 20 % terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot tubuh dan konversi ransum.

0 Response to "Pengaruh Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Entok"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel